Jumat, 25 November 2011

Pencemaran Lingkungan

Berita Utama

Kejahatan Lingkungan Yang Terjadi di Indonesia

Dirilis oleh Tim,TarungNews pada Senin, 16 May 2011
Telah dibaca 1527 kali

Hutan Kalimantan
Lintas Jabar TarungNews - Kejahatan Lingkungan adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang atau kelompok atau Badan Hukum yang bersifat merusak dan mencemari lingkungan. Dalam kacamata kriminologi, kejahatan lingkungan memiliki perbedaan dengan kejahatan konvensional. Ciri utama dari kejahatan ini adalah dilakukan oleh perusahaan-perusahaan (korporasi) dalam menjalankan usahanya.
Banyak kasus mengenai kejahatan lingkungan yang terjadi di Indonesia, yang seharusnya layak mendapat perhatian kita semua. Contohnya adalah kasus Lumpur Lapindo yang terjadi di Sidoarjo.
“Setahun sudah semburan lumpur panas dari pengeboran milik Lapindo Brantas Inc meluap. Tidak ada yang menyangka pengeboran tersebut berakhir tragis.encana eksplorasi gas bumi itupun gagal dengan munculnya semburan lumpur panas. Luapan lumpur muncul pada 150 meter-200 meter arah barat daya dari sumur Banjarpanji- 1 di wilayah Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo pada 29 Mei 2006.? Setidaknya 32.000 jiwa lebih penduduk menjadi korban dan merusak lebih dari 457 ha lahan di sekitar wilayah tersebut.
Kondisi ini menunjukkan betapa dahsyat dan meluasnya dampak pertambangan di suatu wilayah. Meskipun belum ada kepastian hukum terhadap kasus lumpur Lapindo, namun pemerintah setidaknya telah memiliki gambaran bahwa fakta tersebut memerlukan perencanaan dan penanganan yang ekstra cepat.”
Selain dari kasus lumpur panas oleh Lapindo Brantas Inc tersebut, juga terdapat kasus-kasus lain seperti yang terjadi di Kalimantan Selatan, oleh PT. Galuh Cempaka, berupa pembuangan limbah dan pencemaran sungai yang dapat membahayakan bagi kesehatan dan keselamatan masyarakat sekitar. Menurut data yang didapatkan dari siaran pers WALHI Kalimantan Selatan, pencemaran yang dilakukan oleh PT. Galuh Cempaka tersebut mengakibatkan tingkat keasaman air sungai mencapai pH 2,97. Hal ini sangat bertentangan dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kalimantan Selatan, yaitu tingkat pH normal air sungai sebesar 6 hingga 9 pH. Masalah ini dianggap sebagai kejahatan lingkungan karena sudah jelas melanggar UU yang telah ditetapkan, yaitu UU No 23 Tahun 1997, Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Bab VI, Pasal 20 ayat 1 “Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan hidup”.
Permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh perusahaan-perusahaan (korporasi) bukan merupakan hal yang baru. Kasus di atas adalah dua contoh dari sekian banyak kasus-kasus kejahatan lingkungan yang terjadi di Indonesia. Kita bisa melihat contoh lain pada kasus seperti PT Newmont di Buyat Sultra dan NTB, dan kasus PT Freeport di Papua. Perusahaan-perusahaan ini seakan menjadi benalu yang menguras sumber kekayaan alam, dan sekaligus memberikan dampak kerusakan bagi lingkungan, yang akhirnya akan memberikan kerugian yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat di Indonesia.
Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa kasus-kasus kejahatan lingkungan seperti ini masih saja terjadi dan sangat sulit ditangani? Seolah-olah Pemerintah hanya diam membisu dan tidak peduli. Kasus-kasus ini terjadi disebabkan oleh kurangnya kontrol dari pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan
 yang mengadakan eksploitasi di bumi nusantara ini. Selain itu, pelaksanaan ketentuan hukum yang berlaku terhadap pelaku kejahatan lingkungan terasa masih setengah-setengah.
Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa dalam kriminologi dijelaskan bahwa kejahatan lingkungan memiliki karakteristik yang berbeda dengan kejahatan konvensional. Kejahatan lingkungan dilakukan oleh Perusahaan atau Badan Hukum (korporasi) yang mempunyai kuasa atau pengaruh untuk menutupi kesalahan yang telah diperbuat. Selain itu, pelaku kejahatan lingkungan tidak mendapatkan stigma masyarakat yang berat dan melekat. Karena, apa yang dilakukan oleh pelaku kejahatan tidak memberikan dampak secara langsung, melainkan secara lamban namun sangat fatal. Contohnya, pencemaran sungai baru akan terasa merugikan apabila sampah sudah benar-benar menumpuk dan terjadi banjir. Oleh karena itu, reaksi sosial yang diberikan oleh masyarakat pun berjalan tidak langung dan lamban juga.
Hal ini disebabkan oleh kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tentang kejahatan lingkungan itu sendiri.  Meskipun sudah jelas dicantumkan dalam UU tentang pelanggaran yang berkaitan dengan lingkungan, tetapi masih banyak dari masyarakat yang tidak mengetahui tolok ukur untuk menentukan apakah suatu kejahatan masuk ke dalam kategori kejahatan lingkungan atau tidak. Masyarakat baru akan sadar ketika telah jatuh korban dan munculnya berbagai masalah yang diakibatkan oleh pencemaran lingkungan tersebut, seperti masalah penyakit (kerusakan otak) yang terjadi pada kasus Pt. Galuh Cempaka.
Dalam menangani permasalahan ini, tentu peran pemerintah sangat dibutuhkan. Karena dalam karakteristik kejahatan lingkungan, pembuktian apakah suatu perusahaan melakukan kejahatan atau tidak hanya bisa dilakukan oleh Pemerintah atau Badan Hukum yang bersangkutan. Selain itu, sosialisasi tentang kejahatan lingkungan akan lebih baik apabila ada inisiatif dari Pemerintah untuk mengadakan penigkatan pengenalan mengenai kejahatan-kejahatan seperti apa saja yang bisa dikatakan sebagai kejahatan lingkungan.
Masalah kejahatan lingkungan adalah masalah kita bersama. Masalah ini tidak akan pernah selesai tanpa ada inisiatif dari kita semua untuk menanggulanginya. Sebagai individu ataupun masyarakat, kita juga memiliki kewajiban untuk menjaga lingkungan kita. Lebih baik kita siaga sejak dini daripada baru akan menyadarinya saat berbagai masalah yang baru muncul akibat pencemaran lingkungan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar